Bisu tak berarti diam

Bisu tak berarti diam

Jumat, 27 Desember 2013

Yang Lathif

Kupasrahkan rasaku yang terkubur dalam palung, menggelisahkan memang.
perlu belajar untuk ikhlas, serahkan segalanya pada yang Maha Rahim.
Dia-lah Yang Lathif , Selembut dan sehalus apapun bahkan yang tak nampak dalam diri masih terbaca oleh Nya.

Semoga :)

Rabu, 25 Desember 2013

- Damar -

ada secercah harapan baru.
cahaya mulai mendekap meski masih merangkak. Mencoba untuk bersahabat dengan semua kenangan, luka dan perih (lupakan) saja dengan perlahan.

cukup dengan menata hati
menata hidup kembali
perbaiki diri
dan menjaga hati ^^

akan indah pada waktunya, kawan.

Selasa, 24 Desember 2013

Cerita (tadi) Malam

(tadi) malam lagi-lagi aku bercumbu dengan malam. erat sekali aku didekapnya.
rindu kian membuncah, tersayat.

diantara rintik hujan yang beribudi luar jendela ada satu yang tersenyum kepadakau lalu mengajakku untuk menyusuri jalan setapak menuju kenangan aku dan kamu yang padu menjadi kekasih hujan.
dimanapu kita berada saat ini, kita tetap memandang langit yang sama. kita tetap berada pada dekapan malam yang sama hangatnya.

kita pisah sehari, menuju hari yang lalu. aku menatap ombak pada laut lepas hingga beku dan tak menghempas.

ah, sellau seperti ini.

Kamis, 19 Desember 2013

pagi yang hujan

(Barangkali) hujan tengah mencari sahabat untuk mendengarkan ceritanya. Erat sekali hujan mendekap bumi, aku cemburu.

semalaman aku mendengarkan ceritanya, mendengar rintihan tangisnya meski disela sela cerita terkadang senyuman tipis mewarnai.
ah, hujan. ceritamu hampir sama dengan ceritaku.

kau dan aku adalah perasaan.

:)

Cerita sore ini



Kupandangi langit berpenghuni. Kutatap awan yang sedari tadi diam tak bergeser sedikitpun. Seakan sedang melamun meratapi nasibnya. Berbeda dengan awan di sekelilingnya yang seakan saling berkejaran mengerumuni langit sore menuju senja. Akupun sendiri. Jiwaku kering menunggu tetesan embun esok pagi yang tak kunjung datang untuk membasahinya.
            Kutundukkan kepalaku bertatap dengan tanah kering yang menunggu kucuran air mata langit. Nampak pucat tanah itu. Kerinduannya pada rintik yang saling beriringan membuatnya dirundung gelisah menanti sentuhan-sentuhan lembut penuh makna. Pun aku yang sedari tadi memperhatikan hanya menginjaknya dengan lembut; takut semakin melukai.
            Denting waktu kian melaju namun sangat lamban kurasa putarannya. Waktu sedang tak bersahabat, pikirku. Belakangan selalu seperti ini. Dimana senja? Bukankah sekarang waktunya untuk menampakkan wajahnya, menyihir semesta untuk terkagum akan keindahannya. Apa yang membuatnya enggan atau mungkin dia telah hilang? Haruskah aku merayunya dengan kalimat-kalimat yang puisi seperti para pujangga agar dia kembali.
            Kutengadahkan kedua tanganku. Kuangkat kepalaku menuju langit. Mungkinkah aku akan berdoa? Kalimat seperti apa yang akan aku ucapkan sedang aku sendiri tak mampu meragkai kata-kata indah; masih terbata-bata. Lantas, apa yang harus aku perbuat untuk dapat kembali meraih senja dan ku dapati embun untuk jiwaku. Kepada siapa aku akan bertanya.
            Aku berada dalam kebingungan yang membelenggu. Jalan setapak di tengah hamparan hati yang semakin menyempt oleh erosi yang menggugurkan bagian-bagian di dalamnya ku lewati dengan perlahan; sangat pelan. Aku takut semakin gugur hingga akhirnya menyempit dan menghilang.

Senin, 16 Desember 2013

Tersenyumlah

ceritamu sangat menyedihkan? itu belum sampai pada ending ceritanya

so, tersenyumlah :)


Minggu, 08 Desember 2013

ini tentang Lupus

begini caraku mengobati luka yang mungkin perihnya tak tergambarkan oleh apapun itu.
aku bahagia, sudah itu saja.

sekarang aku bahagia dengan keadaan yang sekarang, mungkin obatnya mujarab. mungkin itu. yah, semoga saja ini adalah obat permanen ^^
kemarin aku menangis namun sekarang aku bisa tersenyum.

terima kasih, Lupus.

awalnya obat, semoga sellau bisa menjadi suplemen. vitamin yang memberi asupan untuk selalu bisa tersenyum dan menikmati setiap proses hidup.


Rabu, 04 Desember 2013

Tentang skenario

Membiarkan diri ini menjadi penonton di panggung lain ternyata cukup menyennagkan. cukup dengan duduk bersila melihat pemeran utamanya bermain dengan skenario yang sudah digariskan oleh sang Maha Skenario.
Angin pun seakan berpihak padaku, selalu saja mengabarkan padaku tentang semestinya. Aku lega.

Pemeran laki-laki dan perempuan yang sebenarnya sama saja, tak jauh berbeda tentang lakunya. cukup menghela nafas atas tontonan yang menggelikan, sungguh.

mungkin akan lebih indah jika sejenak mengeja hujan di luar sana. Tiap rintiknya membawa kabar bahagia dan pelukannya hangat. arghhh, ingin menjadi kekasihnya.

Minggu, 01 Desember 2013

Basah

seperti ini, hidupku saat ini.

jiwaku telah basah, pun dengan hatiku yang sempat kemarau. tak perlu menunggui hujan yang tak pasti kapan derasnya. cukup dengan tetesan embun yang kerap membawa kabar bahagia saben harinya bersama daun yang setia mendekap.

ini lebih indah ^^

membiarkan hati ini menjadi pemeran utamanya dan berakhir bahagia nantinya bermuara pada tempat yang semestinya

:)

Minggu, 24 November 2013

Terlambat Pulang



Dengan hati yang tak ingin berpaling, kaki yang tak ingin beranjak
hati kian kelu memanggili namamau, lirih
semoga sampai pada muaramu.
Dalam dekapan malam yang kian bisu, kubergertar karena rindu yang menjalar hingga ulu hingga pagi menjelang. Menetes lalu mengalir, terasa hangat di pipi. Mungkin inilah aliran yang sebenarnya; air mata.
Mungkin sudah terlambat, jika saat ini aku kembali. Saat telah kutemukan jalan pulang tanpa harus kau tuntun seperti janjimu yang akan menuntunku kembali. Bagaimana aku? sedang aku terus melangkah menuju rumah yang sebenarnya. Terlalu lama ku menikmati keindahan semu di luar rumah yang ternyata tak lebih indah dari rumah yang sesungguhnya; yaitu kamu.
Mungkin sudah terlambat, jika saat ini kucoba untuk menghidupkan kembali cahaya yang sempat padam. Terpadamkan oleh angin dari setiap sisi duniawi. Cahaya yang kau pertahankan saat angin yang begitu kencangnya menghempas tanpa belas kasih bahkan tanpa sisa.
Mungkin sudah terlambat, jika saat ini kuraih tanganu. Kugandeng tanganmu untuk kembali menapaki jembatan yang pernah lapuk, payah oleh badai yang kutebar padamu. Kuajak engkau menuju musim semi yang bahagia seperti mimpiku dan mimpimu.
***
.”Apa kabarmu”, sapaku memulai perbincangan di tengah rumput hijau bertebar wewangian bunga di taman penantian hati
“Sama denganmu”, jawabmu tanpa sedikit pun melihat ke arahku.
“Lalu bagaimana kabar hatimu, Bagaimana harusnya aku untuk mengobati luka yang kutebar tepat di hatimu?”, masih saja tatapan tertuju pada sudut yang tanpa makna
“Terlambat”,  tanpa sapaan sedikitpun kau beranjak melangkah meninggalkanku yang tengah duduk gemetar tak percaya kenyataan.
Barangkali permohonan maafku padamu pun sudah terlambat. Mata dan telinga ini mulai membaca dan mendengar apa yang pada dirimu sekarang. Mungkin saja kau telah payah. Saat kau merasakan ketulusan dan kesetianmu tak berarti apapun di mataku. Saat surat-suratmu yang kau bubuhkan darahmu di akhir tulisanmu tak terbalas olehku. Surat yang kau titipkan pada temanku saat aku sudah terlelap dan tepat berada di depanku saat aku membuka mata. Surat yang selalu berberntuk hati berisikan ungkapan atas hatimu yang memintaku untuk kembali.
Mungkin lantaran inilah kau perlahan menjauh. Langkahmu mundur satu persatu, sangat perlahan. Namun masih sempat terbaca olehku. Maaf atas perlakuanku yang ternyata menyurutkan hatimu, memadamkan cahaya yang susah payah kau pertahankan.
***
Duduk sendiri dalam buaian purnama. Suara malam berbisik lirih, mengajakku untuk sekedar mengembangkan senyum pada garis wajah yang telah lama tegantikan air mata. Pandanganku terarah pada bintang yang tengah sendiri seperti keadaanku saat ini. Tak ingin beranjak ataupun melanjutkan langkah karena hati yang terlanjur terhuni oleh rasa penyesalan membelenggu. Cahanya mengajakku mengingat kisah yang lalu yang semakin menyakitkan. Kau datang padaku, mengabarkan hatimu yang tengah kesakitan atas pilihanku yang ternyata tak memilihmu. Aku memilih untuk memadamkan cahaya yang hamper dua tahun kita hidupkan. Dan mengubur mimpi menuju musim semi yang bahagia bersamamu.
Matamu yang semakin deras oleh airmata dan ucapanmu yang terbata-bata menyentuh hati yang sudah terlanjur menjatuhkan pilihan.
“Katakana padaku, benarkah engkau telah memilihnya?”, tanyamu lirih menatap mataku yang berusaha untuk tak terbawa dengan lukamu. Aku terdiam, lisanku kelu.
“Jawablah pertanyaanku. Apa arti diammu saat ini. Apakah ini memang benar adanya bukan mimpiku semata?”, matamu semakin berkaca-kaca.
Anggukan kepalaku yang sedari tadi menahan air mata menetes menjadi jawaban atas hatiku yang tengah kau pertanyakan saat ini.
“Apakah kau telah ingkar dengan janjimu. Janji untuk selalu menjaga hati atas cahaya?”, dengan terbata seraya tetesan air mata mengiringi.
Aku terbawa oleh lukamu yang telah terpatahkan separuh sayapmu olehku hingga usahaku pun sia-sia menahannya; air mataku menetes bahkan mengalir namun tak sederas air matamu. Hening. Hanya suara sesenggukan atas tangismu yang kudengar malam ini.
  “Aku akan menunggumu. Cahaya akan menuntunmu pulang ke rumah yang sebenarnya jika kau ternyata telah tersesat di jalanmu yang saat ini telah kau pilih. Izinkan cahaya untuk membawamu pulang. Sampaikan padanya, selamat telah mendapatkan perempuan yang paling kucintai”, lisanku masih saja kelu. Dan bahkan saat ini air mataku menganak sungai. Lebih deras dari air matamu.
Dan kini, saat aku tengah menemukan celah ditengah tersesatnya aku lalu menyusuri jalan pulang tanpa kau tuntun harus berlinang air mata. Rumah tempat kukembali telah terhuni oleh orang lain.
***
Mungkin sudah terlambat, jika saat ini kubicara tentang ketulusan dan kesetiaan. Ketulusanmu yang  kuacuhkan dan kesetiaanmu yang kubuang.
Semoga aku tak terlambat untuk sampaikan terima kasih padamu. Terima kasih untuk perjuanganmu atas hati yang mungkin telah menyia-nyiakan ketulusanmu. Terima kasih telah meminjamkan bahu saat aku tengah kesakitan di malam-malam yang pasi waktu lalu.
Terima kasih engkau telah mengajarkanku untuk lebih bersikap dewasa dalam menjalani kesakralan sebuah kesetiaan atas nama cinta. Dan semoga setelah ini aku akan menjadi orang yang selalu belajar ketulusa yang sebenar-benar ketulusan dan kesetiaan yanag sebenar-benar kesetiaan.
Janur kuning melengkung tepat di depan rumahmu. Sebait puisi kulayangkan padamu ditengah gerimisnya jiwa.
Pernah kau memintaku untuk kembali, kau serius padaku
Kau rela menangis karenaku atas luka yang kutebar tepat dihatimu
Namun kini,
Akulah yang sebenarnya perempuan yang paling menyesal karena tak memilihmu.
Aku yang terbujuk oelh keindahan semu semata
Namun aku bahagia,
Atas kebahagiaanmu menemukan rumah yang sebenarnya
Rumah tempat untuk berteduh, atas hujan yang kuturunkan padamu
Rumah yang mampu memberikan kesejukan atas kegersangan yang kuluapkan padamu.
***
            Kau adalah sosok yang berharga. Beribu pelangi telah kau lukis dalam kisahku. Terima kasih.

Sabtu, 26 Oktober 2013

Tipuan Hujan

selamat pagi,
apa kabar hatimu pagi ini?

semoga tak seperti langit yang menggantung pagi ini, mendung.
hujan yang basah sejak tadi sore hingga malam tadi masih saja menyisakkan aroma yang bergulat bersama embun.

teringat hari kemarin saat kita, aku dan kamu menunggi hujan yang tak kunjung basah. sesekali gerimis yang hanya beberapa, ternyata hanya tipuan. seakan sudah sepakat bersama langit yang sudah berwarna kehitaman.
aku dan kamu duduk bersebelahan dengan suara burung yang tengah berlarian bersama kawan di udara dan celotehan daun yang terhempas oleh angin.  Demikian angin yang sedari tadi berbisik seakan membawa kabar bahwa hujan segera datang.
ah, langit dan angin sekongkol untuk membuat tipuan ini.

tapi tetap saja, kau meneguhkan dan menguatkan padaku
"bersabarlah", ujarmu lirih meguatkan.

yah, hanya itu. 

dan akhirnya aku dan kamu beranjak. barangkali ini belum waktunya untuk menikmati dan mengguyur jiwa yang tengah kemarau. belim saatnya jiwa untuk basah.

mungkin lain waktu aku dan kamu benar merasakan tiap tetesan hujan diantara yang beribu bersama dengan rasa yang tanpa beban di pundak dan dengan tawa yang lepas meriuhkan cakrawala

semoga 
:)

Jumat, 25 Oktober 2013

Seperti ini, Kita

terima kasih

untuk apa?

terlalu payah untuk sekedar mengucapkannya bila dibandingkan dan disejajarkan dengan apa yang telah diberikan padaku.
meski tak pernah meminta, namun justru semakin deras engkau memberikannya padaku.

mengapa engkau?

sedalam apakah rasa itu. hati ini bertanya namun sebenarnya tak ingin mengetahunya. aku bisa apa?
apa yang bisa kuperbuat lantaran semua ini.
diam.
meski kutahu itu tak akan menyelesaikannya namun hanya itu yang bisa kuperbuat.

cobalah kau katakan padaku, apa yang seharusnya kulakukan tanpa harus menjadi penyebab luka orang lain,
berharap engkau dapat membaca yang sebenarnya.
(barangkali) engkaupun saat ini tengah gontai dengan apa yang tengah di hadapan.

semoga kan ada jalan
:)

Rabu, 23 Oktober 2013

Alone

Wahai para daun senja,
Aku tahu sedari tadi engkau lekat sekali menatapku bahkan sesekali mentertawakanku.
Engkau yg tengah bergurau dengan angin mengejekku yang tengah sendiri, tanpa teman. Memilukan.
Untung saja, air mata ini masih tertahan; aku tak semakin ditertawakan.

#17:36

Kamis, 10 Oktober 2013

tentang mimpi

hujan yang kian menderas ini mengantarkanku pada sebuah lamunan yang cukup panjang tentang mimpi. aku pun pernah punya mimpi seperti mereka hingga detik ini mimpi itu pun masih kuat tertanam lalu terpatri dalam hati dan menjelma menjadi semangat dan ghiroh yang tak ada batas. meski semangat terkadang melemah bahkan hampir sirna namun dapat teratasi meski dengan merangkak payah.

ini tentang mimpi yang masih diawang. mimpi besar mungkin, namun ada rasa yang terkadang membuatku minder lalu muncul pertanyaan dalam diri, apa mungkin?

dengan apa dan dengan siapa aku menceriterakan mimpiku. kemana langkahku yang seharusnya?
menuju jalan yang lurus itu ataukah yang berbelok dengan kerikil tajam menghadang? jurang yang menganga dan jalanan terjall ...:?(
mengerikan !

ah, aku saja masih diambang seperti ini.
menyedihkan :(

Jumat, 04 Oktober 2013

ini tentang pilihan

ini adalah pilihan bukan ketetapan. sekali lagu, ini adalah pilihan.

ketika hati berada di ambang, mungkin diam akan lebih baik.
hati ini memilih untuk berjalan pada jalanku sendiri, biarkan tak termiliki oleh siapapun. meredam perasaan yang kian menjulang memang tak mudah namun akan terasa indah jika dinikmati, perlahan.
apapun yang akan terjadi setelah ini, akan aku terima konsekuensi atas pilihan hati yang seperti ini.

Always be positive
:)




Jumat, 13 September 2013

adalah tentang Hati



Tegas & Komitmen !

mungkin itu,
ketegasan dalam bersikap dalam sebuah kondisi yang menuntut untuk sebuah pilihan sangat diperlukan. diantara dua pilihan adalah suatu kondisi yang sangat tidak menyenangkan dan cukup mampu untuk menciptakan dilema dalam diri. Hati dan pikiran terkuras,  jika memang perasaan adalah tokoh utamanya.

ini adalah suatu keharusan. aku harus memilih. 
komitmen lah yang harus dipertahankan ketika pilihan sudah dijatuhkan dengan ketegasan yang menyertainya. 

terlepas dari itu, rasa sakit tak dapat dihindari ataupun berusaha untuk melarikan diri dari rasa itu. mustahil untuk terlepas dari rasa sakit yang mungkin mampu mengalirkan air mata yang beranak pinak. tak apa, ini tak sulit !


pertahankan dan perjuangkan keputusan yang sudah diputuskan dan pilihan yang sudah dijatuhkan. 
semoga terbaik :)


Kamis, 08 Agustus 2013

Kisah Rindu



Saat hujan mengetuk pintu hatiku, aku terbangun
Lalu aku terbangun menjamu hujan yang kian terjaga itu; hanya seteguk rindu
Ku ajak untuk bercakap lalu bergurau
Beribu rintik menjadi sahabat dalam kisah rinduku
Rindu akan wajah penuh cahaya; menghidupkan hati yang mati

Cumil CH, November 2012

Senin, 05 Agustus 2013

Saat aku Rindu


Aroma malam memuja, adakah hati yang tak berlinang rindu?
Sajak-sajak rindu kian melumuri jiwa, dirundung resah. hati yang ranum.

Tak kunjung sampai, menujumu.
Perahu kertas putih berlomba bersama gelombang geram mendapati muara rindu di tengah palung paling hatimu

Denting waktu kian gugur
Biarkan aku menjadi pelaku pemetik waktumu
yang kan ku simpan dalam cawan megah, mengharumkan
Dengan mawar me-wangi-kan hingga kasih berkenang



Cumil CH, Agustus 2013 23:52

Bahagia itu Pilihan, Kawan !

Hati-hati dalam memilih


Proses perjalanan hidup tak lepas atas apa yang disebut dengan pilihan begitu juga dengan apa yang ada dalam proses itu sendiri, yakni kebahagiaan. 
bahagia dapat diraih dengan dimulai atas apa yang ada dalam hati. 
hati dan pikiran sangat berperan besar dalam hal ini. 

Gunakan hati kecil kawan, dan ubah mindset anda bahwa bahagia itu sederhana.
mulai dengan apa yang dinamakan Syukur . 

syukuri apa yang ada pada diri kawan-kawan....


so, nikmati lah ....


Mengalir

Elegi tentang hati
;untuk Den Sketsa

Hati tak mampu bicara.
Mendung yang sedari tadi menggantung tak kunjung hujan, menunggu ungkapan hati yang nantinya  mungkin akan semakin menderaskan hujan.
Tak berani, mungkin itu. Layaknya sebuah mata uang yang memiliki dua sisi yang berbeda. Sungguh sulit untuk direda jika salah satu sisi ternyata lebih condong. Kecondongan yang semakin gontai bahkan kian tak nampak. Bagaimana hati?
Yah, hati hanya mengalir. Akan lebih baik jika berdamai dengannya. Membiarkan hati mengalir tanpa perlu untuk dihentikan, karena aliran niscaya akan bermuara pada yang sebenarnya. Pun aliran memiliki takdir yang indah pada akhirnya.

Cumil CH, Juli 2013 17:28