Hari ini aku masih ternging
dengan suara lembutmu. Namun aku tak bahagia mendengarnya, tersebab apa? Karena
ternyata kau tak sama denganku. Aku berniat untuk menjalin pertemanan denganmu,
sungguh, tak ada niat lain. Bahkan, jika kau berkenan, aku dan kamu bisa
menjadi kawan baik yang bisa saling sapa dan tukar cerita bahagia untuk tertawa
bersama. Namun sepertinya itu hanya ilusi dalam benakku saja, kau adalah sebaliknya.
Yah, kau memiliki prasangka yang jauh di luar pikiranku, itu melukaiku, kawan.
Tak bisakah kau sedikit merasakan aroma untuk baikku dan baikmu?
Kau tak ingin bertemu lagi
denganku, sepertinya. Kau menganggap bahwa semuanya adalah angin lalu yang
membawa kabar buruk terhadapmu, dan aku adalah bagian dari angin itu. Tak
bisakah kau buka matamu pelan-pelan, kawan? Kau ingin aku segera berlalu dan
tak menampakkan lagi di depanmu. Itukah yang kau mau? Itu kah yang ingin kau
katakan sebenarnya padaku? Jika kau menganggap waktu lalu adalah pertemuan kali
terakhir, tapi bagiku, itu adalah pertemuan yang mengawali cerita aku dan kamu.
Terdengar sederhana memang, kau
pun mungkin memandangnya demikian terhadap ini. Tapi seperti inilah, awan
mengkelabu di sore hari, di penghujung senja yang temaram.