Bisu tak berarti diam

Bisu tak berarti diam

Jumat, 16 Januari 2015

Meretas Senja Mengkelabu




Hari ini aku masih ternging dengan suara lembutmu. Namun aku tak bahagia mendengarnya, tersebab apa? Karena ternyata kau tak sama denganku. Aku berniat untuk menjalin pertemanan denganmu, sungguh, tak ada niat lain. Bahkan, jika kau berkenan, aku dan kamu bisa menjadi kawan baik yang bisa saling sapa dan tukar cerita bahagia untuk tertawa bersama. Namun sepertinya itu hanya ilusi dalam benakku saja, kau adalah sebaliknya. Yah, kau memiliki prasangka yang jauh di luar pikiranku, itu melukaiku, kawan. Tak bisakah kau sedikit merasakan aroma untuk baikku dan baikmu?
Kau tak ingin bertemu lagi denganku, sepertinya. Kau menganggap bahwa semuanya adalah angin lalu yang membawa kabar buruk terhadapmu, dan aku adalah bagian dari angin itu. Tak bisakah kau buka matamu pelan-pelan, kawan? Kau ingin aku segera berlalu dan tak menampakkan lagi di depanmu. Itukah yang kau mau? Itu kah yang ingin kau katakan sebenarnya padaku? Jika kau menganggap waktu lalu adalah pertemuan kali terakhir, tapi bagiku, itu adalah pertemuan yang mengawali cerita aku dan kamu.
Terdengar sederhana memang, kau pun mungkin memandangnya demikian terhadap ini. Tapi seperti inilah, awan mengkelabu di sore hari, di penghujung senja yang temaram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar