Bisu tak berarti diam

Bisu tak berarti diam

Jumat, 27 Maret 2015

Bala Kepompong

Inikah rasa yang sebenar-benar rasa? 
Sebuah  amunisi yang terkadang menguatkan dan tak jarang melemahkan. Dunia baru yang mesti dijalani dan harus ditaklukan, kali ini cukup menguras energi yang tak sedikit. Rasa yang membiru menderu, bergemuruh dalam jiwa. 
Inikah dunia yang sesungguhnya?
Sikap manis dituntut sepenuhnya, tapi apakah kau tahu? jika yang manis justru akhirnya layu, dikeringkan oleh sikap manis lainnya yang ambigu dan sebenarnya berseteru. Dituntut untuk selalu bisa dan serba bisa, padahal hanyalah orang baru yang bahkan masih lugu. Tak boleh mengeluh meski sebenarnya berpeluh di dalam kepayahan yang tergugu. 
Lalu apa yang sebenarnya kau cari?
Dunia baru namun sebenarnya tak baru. Dunia yang menawarkan kehidupan nyata atas diriku. DImana aku dapat leluasa menunjukkan diriku yang sarat akan mimpi dan dengan nyaman menunjukkan segala yang bisa kulakukan tanpa basa-basi dan permisi. 
Apakah kau tengah tersesat?
Aku anggap ini adalah jalan lain yang akan mengantarkanku kepada duniaku sesungguhnya nanti. Bukan tersesat, hanya saja aku diberi kesempatan untuk meniti jembatan lain yang penuh liku. Tugasku hanyalah melewati ini dengan tanpa mengeluh. Menaklukan setiap rintangan, jangan sampai dikalahkan oleh keadaan yang kerap kali melucuti. 
Yakinlah,
Bahwa hidup tak selamanya hitam atau bahkan abu-abu. Merah, hijau, dan warna yang cemerlang lainnya sudah bersiap menjemput tanganmu, mengucapkan selamat datang dan selamat berproses di kehidupan baru yang lebih nyata dan lebih hebat untuk proses hidupmu.
Nikmatilah,
Jalani saja, tak perlu jadi bebabn difikiran, karena itu hanya menjadi bomerang yang membelenggu. Cukup dijalani dengan hati maka kau akansegera meraih tangan-tangan yang cemerlang menuju sukses dan bahagiamu.



Selasa, 24 Maret 2015

Kosong



Bagaimana mungkin aku akan meninggalkannya? Lalu siapa yang akan menitahnya, mengajari ia sampai berdiri sendiri lalu berjalan dan kemudian berlari. Aku sedemikian bimbang pada cerita ini, aku sungguh masih meraba untuk melanjutkan langkahku dalam cuplikan cerita berikutnya. Kosong. 

*Aku pun tak menganggap baik diriku, tapi setidaknya aku dan kamu bisa berjalan beriringan, belajar tentang kebaikan-kebaikan yang semestinya.


Jamuan Doa



Malam ini ambigu. Perasaan ini mengharukan, terlintas kisah di putaran waktu yang lalu. Bagaimana seharusnya rasa saat ini, saat engkau telah pada titik puncak perjuanganmu. Selamat atas capaian yang telah engkau raih, sarjana muda yang dipenuhi mimpi gemilang untuk kualitas hidupmu.  Aku tahu, harusnya aku turut bersuka cita atas apa yang engkau raih saat ini. Dan aku berhasil menemanimu sampai titik. Tapi mengapa tak demikian, kenyataan rupanya justru sebaliknya. Dirundung perasaan yang membiru, gelisah untuk berpisah. Ini menyedihkan, sungguh.
Barangkali aku saja yang terlalu jauh berpikir tentangmu. Dalam benakku sudah tertanam bahwa engkau pasti akan pulang ke halamanmu. Lalu benarkah kau akan kembali? Sungguh tak mampu kubayangkan bila akhirnya demikian. Telah banyak yang telah kita lalui bersama dalam canda tawa, duka lara, air mata dan kekecewaan yang teramat. Namun kita mampu melewati itu, karena kita tahu, bahwa kita adalah satu. We are one and we can life together. Hati ini tak akan mudah berpaling atau bahkan berhenti untuk memperjuangkan apa yang sudah terjalin dalam bingkai cerita yang pelangi.
Dalam doa, kupanjatkan bahwa ini bukanlah akhir atas apa yang telah kita upayakan selama ini, tapi ini adalah awal yang akan kembali kita perjuangkan untuk capaian pada tangga selanjutnya. Eratkan yang sudah terjalin, kuatkan yang sudah terlontar dalam janji untuk membangun cita dan cita demi masa depan yang bahagia. Hunian yang sarat akan kedamaian dan penuh cerita telah menanti di depan sana.
Semoga selalu dikuatkan atas hati yang tak sempurna. Kepayahan ini akan semakin runtuh jika tak saling menguatkan. Jika memang berjodoh, semoga dimudahkan jalan untuk menuju titik yang sakinah. Yang Lathif, dekatkanlah. Amiin.