Bisu tak berarti diam

Bisu tak berarti diam

Kamis, 11 Februari 2016

Seperti layang-layang. Lepas, melayang, lalu hilang.

 Seperti layang-layang. Lepas, melayang, lalu hilang.
Seberapa lama akan melayang, yang kemudian hilang. Disadari atau tidak, diri butuh emosi. Sejauh mata memandang, dengan hati, hidup sedang tidak di jalannya. Mengapa perlu seperti? Entah, kita hanya sebagai wayang yang dimainkan oleh sang dalang. Latah, saat hidup kita sudah dipegang. Sungguh erat pegangannya, bahkan tak bisa dilepas sekalipun. Terlalu lemah, tangan kita untuk melepas pegangan itu.
Angan masih lekang di awang. Tak pernah sekalipun lepas. Lalu engkau terlepas atau dilepaskan? Baru saja, bola mimpi pecah seketika. Hancur, melebur bersama tanah basah. Terbasahi oleh hujan yang tercipta oleh air mata. Manakala tahu akan begini, kaki sekalipun tak sudi untuk melangkah ke arah angin kiri. Dari sini, cerita layang-layang dimulai. Seakan menuju langit, namun awan sekalipun tak sampai. Sedikit kau salah menarik benang, ia akan hilang. Pernahkah kau merasa demikian?
Bersabarlah, seberapa lama waktu kau akan hilang, semburat cahaya perlahan akan datang padamu jika kau bersiap sedari sekarang. Tak apa hilang, karena demikian gelap menenggelamkanmu erat. Ini baru sepenggal, masih koma, karena hidup tak selamanya berjalan di titik yang sama. Akan ada koma-koma yang lain hingga benar-bena titik yang diam, dan mati. Selama kau masih berjalan, merangkak sekalipun haruslah gigih jiwamu. Jangan biarkan ia kosong, lupa untuk menyongsong.
Berusahalah, bahwa kau harus mampu melewati kerikil-kerikil yang sengaja Dia ciptakan untukmu. Kerikil yang akan membuatmu lebih kuat dalam apapun. Terbanglah, selepas kau mampu ciptakan sayapmu sendiri. Biarlah sekarang engkau masih seperti daun kering terhempas angin lalu terinjak roda mobil, renyah. Tapi ingatlah, hujanmu adalah kekuatan. Mampu berdiri dari duri adalah bukan ilusi. Itu mampu tewujud jika engkau senantiasa sujud kepada sang Maha Wujud.
Terlepas demikian, tetaplah jernih dan gemericik layaknya air. Sejauh apapun ia mengalir, seberapa kalipun ia terkena hantaman batuan, dan sesekali masuk dalam kubangan, tapi ia tahu kemana ia kan bermuara. Samudera. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar