Adakah
kau tahu, saat mata tersuguh layu, hanya mampu tertunduk lalu tergugu. Adakah
musim yang tak pernah berganti? Adakah bunga yang senantiasa mekar an tak
pernah layu? Semakin kususuri jalan ini, semakin gusar kudapati. Pernah aku
mencoba untuk berbalk arah, tapi nihil. Hanya kudapati warna gelap yang
barangkali menyesatkan, aku ragu. Aku tak berani untuk berbelok ke arah lain,
hanya mampu berjalan lurus, meski sesekali menengok ke belakang namun hanya
sayatan yang tergambar.
Aku
telah sampai pada titik yang sungguh menjemukan. Hanya kepura-puraan yang serta
merta menjadi baju dalam diri. Usang dalam penjamuan malam. Pun hingga pagi
masih saja sama, kerdil penuh bekas luka sejak kemarin. Tak pernah mencoba
mengobati hingga bertubi. Hanya jeruji yang menimpali lalu pergi, sedang tangan
masih menggenggam.
Ada
banyak cara untuk peduli. Namun mengapa aku tak menemukan cara untuk peduli
terhadap diri sendiri? Aku tak punya cara untuk berbagi, membahagiakan diri.
Dan hingga kini, aku masih berdiri di tanah yang berduri, kaki tergores belati
tak pernah mati. Aku tak mampu beranjak lantaran cermin yang di depan mata,
selalu berkaca bahwa akupun tak pantas untuk sekedar melangkah hingga
persimpangan jalan berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar